Minggu, 18 Maret 2012

PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI TAHU

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar belakang
Pertumbuhan industri tahu didaerah menun jukkan perkembangan yang sangat cepat. Tahu merupakan makanan bergizi yang mengandung protein nabati yang berguna bagi pertumbuhan tubuh.  Tahu dikenal sejak jaman dulu di daratan China.Berasal dari kata Tao Hu yang artinya kacang hancur seperti bubur. .(Widie Kastyanto,1990 )
Tahu dibuat oleh para pengrajin rumah tangga dimana teknologi dan peralatannya pun masih sangat sederhana.Walaupun protein tahu tidak sebaik protein hewani,tetapi perannya dalam kehidupan masyarakat Indonesia sangat berarti dalam memperbaiki nilai gizi masyarakat. Disamping harganya murah juga mempunyai nilai protein yang berbeda dengan protein hewani.
Tahu keberadaannnya di Indonesia cukup ditunjang oleh program Pemerintah, hal ini terbukti dengan adanya koperasi ( KOPTI ) sebagai badan usaha yang bergerak dalam pengadaan kedelai disetiap daerah. Tahu semakin digemari masyarakat karena harganya yang murah.
Dikota magelang keberadaan industri tahu dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Magelang. Hal tersebut dapat ditunjukkan adanya industri tahu yang cukup banyak dan bersaing satu sama lain di Kota Magelang. Sentral industri tahu yang merupakan daerah lingkup penghasil tahu banyak terdapat Kota Magelang.
Disamping tahu sebagai hasil produk yang utama, industri tahu juga menghasilkan limbah cair tahu yang mengandung protein dan bahan organik yang dibuang langsung ke lingkungan sehingga dapat menjadi sumber pencemaran lingkungan. Disamping itu juga menghasilkan limbah padat yang berupa ampas tahu yang dimanfaatkan untuk pakan ternak dan pembuatan tempe gembus, limbah cair dari industri tahu juga dapat untuk dijadikan gas bio melalui proses an aerobik yang dapat dimanfaatkan untuk memasak.

B.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui gambaran mengenai proses pengelolaan limbah tahu.
2.      Untuk mengetahui cara pemanfaatan limbah tahu.
3.      Untuk mengetahui gangguan yang ditimbulkan




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.          Pengertian
Menurut Udin Djabu (1991) yang disebut air limbah adalah air yang bercampur zat- zat padat  ( dissolved dan suspended ) yang berasal dari buangan kegiatan rumah tangga, pertanian, perdagangan dan industri. Sedangkan menurut Azrul Azwar (1983) mendefinisikan air limbah adalah air yang tidak bersih dan mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia dan atau hewan dan lazimnya muncul karena hasil perbuatan manusia.
B.          Sumber Air Limbah
Beberapa sumber air limbah yang sering dijumpai adalah,
a.    Air buangan rumah tangga.
Air buangan ini biasanya dihasilkan dari aktifitas manusia  yang terdiri dari ekskreta,air cucian,air mandi/ wc,air buangan dapur dan lainnya.
b.    Air buangan perdagangan
Air buangan yang dihasilkan dari aktifitas hotel, pasar, tempat ibadah,restoran dan lainnya.
c.    Air buangan industri
Air buangan industri biasanya memiliki kandungan zat yang komplek karena hasil buangan dari proses industri. Biasanya mengandung zat organik, logam berat,minyak,zat pewarna, sulfida ammonia yang bersifat racun sehingga memerlukan penanganan yang khusus. . (haryanto Kusnoputranto, 1983)

C.          Komposisi Air Limbah
Komposisi air limbah sebagian besar terdiri dari air (99,9%) dan sisanya terdiri dari partikel-partikel padat terlaraut (dissolved solid) dan tidak terlarut (suspended solid) sebesar 0,1%. Partikel-partikel padat dari zat organik (± 70%) dan zat anorganik ((± 30%). Zat-zat organik terdiri dari protein (± 65%), karbohidrat (± 25%),lemak (± 25%). (Udin Djabu, 1991).

D.          Dampak  Air Limbah
Beberapa dampak air limbah yang dapat menyebabkan pengaruh adalah,
1.      Pengaruh terhadap kesehatan
Air limbah yang mengandung organisme dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa penyakit yang ditimbulkan adalah:Penyakit usus, cholera, leptospirosis,typoid lever, shigellosis dan lain-lain.
Disamping air limbah yang mengandung mikroorganisme juga dapat mengandung zat- zat kimia berbahaya. Antara lain :
1)      Cadmium
Cadmium dapat berakumulasi pada ginjal dan hati manusia melalui makanan, air dan udara yang pemaparannya bersifat kronis. Perkiraan dapat menyebabkan kerusakan ginjal pada konsentrasi 200 gram/berat badan.
2)      Timah hitam
Timah hitam dapat menimbulkan bermacam-macam keracunan termasuk mengganggu susunan darah, merusak sistem syaraf dan merusak fungsi ginjal. Timah hitam dapat masuk ketubuh melalui udara, makanan dan air.
3)      Arsen
Keracunan arsen dapat bersifat akut maupun kronis . Salah satu penyebab kanker pada manusia. Beberapa organ yang diserang arsen adalah sistem pencernaan, pernapasan,syarat,kulit,hati dan darah.
4)      Cianida
Dapat berasal dari limbah industri tapioka,batik dan pabrik yang membuat gas cyanida untuk racun tikus. Dapat mengganggu jaringan tubuh sehingga tidak mampu mengubah oksigen.

2.      Pengaruh terhadap lingkungan
1)      Air limbah dan kehidupan vektor
Air limbah yang dibuang ke lingkungan banyak menimbulkan masalah vektor. Genangan air limb ah dapat digunakan untuk sarang dan perkembang biakan nyamuk,kecoa  dan lalat juga beberapa hewan parasit.
2)      Pencermaran air dan tanah oleh air limbah.
Air limbah yang dibuang ke badan air akan mencemari badan air tersebut . Bahan pencemar  yang ada di dalamnya akan mengalami penyebaran (disporsi) dan pengenceran (dilution) dan bersifat reactif dengan adsorbsi,reaksi atau penghancuran biologis. Karena peristiwa inilah maka pencemaran akan cepat terjadi dan akan menurunkan kualitas air lingkungan.
Air limbah yang mencemari dalam perjalanannya akan mengalami peristiwa fisik mekanik, kimia dan biologis.
Peristiwa fisika mekanik terjadi karena adanya distribusi lautan yang mengalir melalui pori-pori tanah yang tidak seragam, sehingga terjadi efek penahanan oleh zat-zat padat dan pengendapan partikel padat karena gaya berat.
Peristiwa biologis terjadi pada bahan pencemar organis yang diuraikan oleh bakteri pembusuk.
3)      Pengaruh air limbah terhadap ekosistem
Badan air merupakan ekosistem yang terdiri atas ikan,tumbuhan,air,dan plankton yang terapung dan melayang dalam air sebagai komponen makluk hidup serta pasir, air mineral dan oksigen. Apabila tercemar oleh limbah pencemar  maka akan mempengaruhi sistem dalalm ekologi.  Air badan air yang tercemar akan mengalami penurunan kualitas kadar oksigen yang terlarut.  Hal ini akan mempengaruhi populasi ikan-ikan sehingga  akan mengganggu mata pencaharian para nelayan karena ikan banyak yang mati.Disamping itu pencemaran juga akan mengganggu keseimbangan aquatic food chain.(Udin Djabu,1991)

E.     Karakteristik Air Limbah
1.    Karakteristik fisik
Karakteristik fisik yang sangat penting dari air limbah adalah kandungan total solid yang tersusun dari zat terapung, zat dalam suspensi, zat colloidal, dan zat dalam solution. Termasuk juga bau,temperatur dan warna.
1)   Total solids
Adalah semua zat dalam air limbah yang tetap tinggal sebagai residu pada pemanasan 103o-105oC. Dapat diklasifikasikan apakah sebagai susupended solid atau filterabel solids yang dapat menembus kertas filter yang berdiameter minimum 1 mikron. Suspended solids merupakan zat padat yang dapat mengendap selama 60 menit pada imhaff cone. Filterabel solids terdiri dari zat colloidal dan dissolved solids. Zat- zat tersebut terdiri dari molekul-molekul ion organik dan an organik. Umumnya secara oksidasi biologis atau koagulasi, diikuti dengan sedimentasi, diperlukan untuk menghilangkan partikel-partikel tersebut dari suspensi.
2)      Bau
Bau dalam air limbah disebabkan dari gas-gas hasil dekomposisi zat organik di dalamnya.Bau H2S adalah hasil dekomposisi mikroorganisme anaerobik yang menurunkan sulfates menjadi sulfides. Efek dari bau adalah stres psykologis manusia dan dapat menyebabkan napsu makan kurang,tidak suka minum, gangguan pernapasan, mual dan muntah. Senyawa- senyawa yang berbau dalam air limbah antara lain: ammes, ammonia,drammes,H2S,organik sulfides.
3)      Temperatur
Umumnya temperatur air limbah lebih tinggi dari pada suhu air minum sebab adanya proses didalam kegiatan industri maupun rumah tangga. Parameter suhu dalam air limbah sangat penting sebab efek pada aquatic life meningkatkan reaksi kimia dan menambah species ikan dalam badan air. Industri yang menggunakan air untuk proses pendinginan akan menghasilkan panas. Temperatur yang tinggi akan menurunkan oksigen terlarut dalam air.
4)      Warna
Air limbah yang baru biasanya berwarna abu-abu. Apabila bahan organik mengalami dekomposisi oleh bakteri, maka oksigen terlarut akan turun sampai nol dan warna berubah menjadi hitam.

2.    Karakteristik kimia
1)    Organik matter
Prinsip dari organik matter dalam air limbah terdiri dari kelompok protein, carbohydrat, fats and oil.
a)      Protein
Protein sebagian besar berasal dari organisme hewan dan tumbuhan. Diantaranya adalah buah-buahan, kacang-kacangan, sayuran. Senyawa protein terbentuk oleh rantai amino acids. Semua protein mengandung carbon dan nitrogen yang tinggi yang banyak dalam air limbah pada proses-proses yang berhubungan dengan bahan-bahan makanan tersebut. Tingginya protein dalam air limbah dapat menimbulkan bau merangsang akibat proses dekomposisi.
b)      Carbohydrates
Carbohydraes termasuk sugars, starches,cellulose dan wood fiber yang semuanya terdapat dalam air limbah.Tersusun dari carbon, hydrogen dan oksigen.
c)      Fats,oil, grease
Fats dan oil adalah senyawa dari alkohol glyceral dengan fatty acids. Glyceral dan fatty acids pada suhu normal disebut oil. Apabila padat disebut fats.  Keduanya tersusun dari carbon,hydrogen,dan oksigen.
Grease umumnya termasuk fats, oil waxes yang terdapat dalam air limbah. Fats dan oils berasal dari limbah domestik antara lain dari saponifikation dari fats dengan sodium hydroxide. Grease tidak boleh lebih dari 15-20 mg/l dan harus bebas dari lapisan oil apabila air limbah dibuang ke lingkungan badan air.
d)     Surfactant
Surfactant adalah bahan aktif pembersih . Merupakan molekul- molekul zat organik yang besar. Menyebabkan busa pada air limbah.  Terdapat pada sintetic detergent  yang disebut alkyl- benzene-sulfat   ( ABS ) yang sukar diuraikan oleh bakteri dalam proses biologis.
e)      Phenols
Phenols menyebabkan masalah rasa pada air minum. Umumnya berasal dari air limbah industri yang dibuang dan mencampuri air permukaan. Phenol mudah diuraikan secara biologis oleh bakteri.
2)      In organik matter
Beberapa komponen zat-zat inorganik di dalam air limbah dan air permukaan adalah penting dalam penetapan dan pengendalian kualitas air.
a)      pH
Konsentrasi air hidrogen salah satu parameter  yang penting dari kualitas air limbah dan air permukaan. Air limbah dengan konsentrasi hydrogen yang rendah atau tinggi akan sukar diolah secara biologis. Dan apabila keadaan tersebut tidak berubah maka dapat mengganggu ekosistem dalam lingkungan air.
b)      Chlorides
Sumber pencemaran berasal dari kegiatan industri pertanian dan domestik. Tinja manusia mengandung ± 6 gram chloride per orang per hari.
c)      Alkalinity
Alkali dalam air limbah hasil dari adanya elemen-elemen hydroxides, carbonates dan bicarbonat seperti calcium,magnisium,sodium,potasium atau ammonia. Air limbah umumnya bersifat alkaline.
d)     Nitrogen
Unsur Nitrogen adalah sensiel diperlukan untuk tumbuhnya protista dan tanaman. Nitrogen adalah unsur penting yang membentuk block dalam synthese protein yang berguna dalam proses biologis air limbah.Namun demikian nitrogen harus dikontrol sebelum air limbah dibuang ke lingkungan.Nitrogen adalah dikombinasi dalam proteinacesus dan urea. Organik nitrogen akan segera terbentuk kembali menjadi ammonia karena dekomposisi air limbah. Dalam keadaan aerobik ammonia berubah menjadi nitrit. Adanya nitrit dalam air limbah menunjukkan bahwa air limbah telah mengalami dekomposisi dan memerlukan oksigen. Nutrites diubah menjadi nitrates oleh bakteri dalam proses dekomposisi aerobic. Apabila effluent air limbah berubah direklamasi kedalam air tanah untuk air minum maka nitrat adalah parameter yang penting. Batas konsentrasi NO3 tidak boleh lebih dari 45 mg/lt. Effluent air limbah berkisar antara 0 – 20 mg/lt. 
e)      Sulfur
Terdapat dalam air limbah maupun air permukaan dalam bentuk sulfat ion. Sulfur diperlukan untuk synthesa protein dalam proses dekomposisi. .(Udin Djabu,1991)
3.    Karakteristik Biologis
Beberapa mikroorganisme yang penting dalam air limbah dapat diklasifikasikan sebagai berikut : protista, plants dan animal.Protista meliputi bakteri, jamur, protozoa,dan algae. Bakteri tersebut berperan dalam proses dekomposisi atau stabilisasi organicmetter. Bakteri juga dapat bersifat patogen bagi kesehatan manusia. Sedangkan plants dan animal yang penting adalah notifier dan worm. .(Udin Djabu,1991)

F.     Buangan Industri Tahu.
Industri tahu pada umumnya banyak menggunakan air dalam proses maupun untuk pencucian alat dan biji kedelai. Sebagian besar air yang telah digunakan langsung dibuang ke lingkungan. Beberapa jenis buangan dari industri tahu.
a.    Buangan padat
Pabrik tahu membuangan buangan padat pada saat pencucian yaitu berupa biji yang jelek. dan batu kerikil yang ikut dalam biji. Pada saat kedelai diproses menjadi susu kedelai dan disaring mengeluarkan ampas. Pemanfaatan limbah padat sampai pada saat sekarang adalah untuk makanan ternak. Juga dapat dibuat tempe gembus.
b.    Buangan cair
Sebagian besar dari buangan industri tahu adalah limbah cair yang mengandung sisa dari susu tahu yang tidak tergumpal menjadi tahu. Biasanya air limbah tahu mengandung zat organik misalnya protein, karbohidrat  dan lemak. Disamping zat tersebut juga mengandung padatan zat tersuspensi atau padatan terendap misalnya potongan tahu yang hancur pada saat pemrosesan yang kurang sempurna.  Padatan tersuspensi maupun terlarut tersebut akan mengalami perubahan fisik, kimia dan hayati yang menghasilkan zat toksin atau zat cemar lingkungan. Juga apabila dibiarkan dilingkungan akan menjadi busuk dan sangat mengganggu estetika. Dan juga akan mempengaruhi lingkungan.(Nurhasan,1991).
Salah satu contoh penggunaan bahan llimbah lokal adalah menggunakan limbah cair tahu. Limbah tahu dapat dipakai sebagai pupuk dan pestisida bahkan fungisida organik dengan bantuan tambahan dari bahan yang lain, diantaranya adalah menggunakan bahan empon-empon atau tanaman herba melalui proses fermentasi. Sedangkan limbah cair tahu banyak mengandung sisa protein dan asam cuka sehingga mampu mendukung efektifitas fermentasi.(Lasantha,2001)

G.     Karakteristik Air Limbah Tahu.
a.       Temperatur
Temperatur  air limbah pabrik tahu biasanya lebih tinggi dari temperatur normal dibadan air. Hal ini dikarenakan dalam proses pembuatan tahu selalu pada temperatur panas baik pada saat penggumpalan atau pada saat menyaring yaitu pada suhu 60 – 80oC.
Pencucian yang mempergunakan air dingin selama proses berjalan tidak mampu menurunkan suhu limbah tahu. Limbah panas yang dikeluarkan adalah sisa air susu tahu yang tidak menggumpal menjadi tahu, biasanya berwarna kuning muda dan apabila diperam dalam satu hari akan berasa asam.
b.      Warna
Warna air buangan transparan sampai kuning muda dan disertai adanya suspensi warna putih. Zat terlarut dan tersuspensi yang mengalami penguraian hayati dan kimia akan berubah warna. Hal ini merupakan proses yang merugikan, karena adanya proses dimana kadar oksigen didalam air buangan menjadi nol maka air buangan berubah menjadi warna hitam dan busuk.
c.       Bau
Bau air buangan industri tahu dikarenakan proses pemecahan protein oleh mikroba alam. Bau sungai atau saluran menyengat apabila disaluran tersebut sudah berubah an aerob. Bau tersebut adalah terpecahnya penyusun dari protein dan karbohidrat sehingga timbul bau busuk dari gas H2S.
d.      Kekeruhan
Padatan yang terlarut dan tersuspensi dalam air limbah pabrik tahu menyebabkan air keruh. Zat yang menyebabkan air keruh adalah zat organik atau zat-zat yang tersuspensi dari tahu atau kedelai yang tercecer atau zat organik terlarut yang sudah terpecah sehingga air limbah berubah seperti emulsi keruh.
e.       BOD
Padatan yang terdapat dalam air buangan terdiri dari zat organik dan zat an organik . Zat organik tersebut misalkan protein, karbohidrat,lemak dan minyak. Protein dan karbohidrat biasanya lebih mudah terpecah secara proses hayati menjadi amoniak, sulfida dan asam- asam lainnya. Sedangkan lemak lebih stabil terhadap pengrusakan hayati, namun apabila ada asam mineral dapat menguraikan asam lemak menjadi glicerol. Pada limbah tahu adanya lemak ditandai banyak zat-zat terapung berbentuk skum.
Untuk mengetahui berapa besarnya jumlah zat organik yang terlarut dalam air limbah tahu dapat diketahui dengan melihat besarnya angka BOD ( bio Chemical Oxygen Demand) atau kebutuhan oksigen biokimia ( KOB ). Angka BOD ini menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk keperluan aktifitas mikroba dalam memecah zat organik bio degradasi didalam air buangan, angka BOD dalam satuan mg per liter atau ppm ( part per million ) dan biasanya dinyatakan dalam beban yaitu gram atau kg per satuan waktu.
f.       COD
Para meter ini dalam air buangan menunjukkan juga zat organik, terutama zat organik non biodegradasi selain itu zat dapat di oksidasi oleh bahan kimia K2Cr2O7 dalam asam, misalnya SO3 ( sulfit ), NO2 ( nitrit ) kadar tinggi dan zat-zat reduktor lainnya. Besarnya angka COD biasanya lebih besar dari BOD, biasanya 2 sampai 3 kali besarnya BOD.
g.      pH
pH dalam air limbah sangat dipengaruhi oleh kegiatan mikroorganisme dalam memecah bahan organik. Air limbah tahu cenderung asam, dan pada keadaan asam ini terlepas zat- zat yang mudah menjadi gas. (Nurhasan,1991).

H.     Proses Pembuatan Tahu dan Hasil Limbah
Proses pembuatan tahu dimulai dengan proses sortasi yaitu proses pemilihan kedelai yang baik. Dalam proses ini dihasilkan limbah padat kedelai hasil sortiran. Kemudian dilakukan perendaman kedelai selama kurang lebih 6 jam. Kemudian kedelai ditiriskan dan di cuci. Dalam proses ini dihasilkan limbah cair sisa cucian kedelai. Kemudian kedelai digiling sambil dialiori air mengalir.Bubur kedelai hasil penggilingan tersebut kemudian di encerkan dengan air kemudian di didihkan. Dalam keadaan panas bubur tahu disaring dengan kain blaco sambil dibilas air hangat sehingga susu kedelai dapat terekstrak keluar semua.Proses ini menghasilkan ampas yang kemudian akan dibuang sebagai sampah padat. Sari atau filtrat hasil penyaringan tadi ditampung dalam bak kemudian diberi air asam agar dapat menggumpal. Gumpalan tersebut ditampung dalam wadah atau cetakan tahu kemudian gumpalan tadi di press hingga terbentuk dari cetakan tahu tadi. Setelah dingin kemudian tahu dipotong potong. Dalam proses ini dihasilkan air limbah tahu yang bersifat asam.(Widie Kastyanto )


 I.     Penanganan Limbah Tahu
Air limbah tahu adalah buangan yang mengandung unsur nabati yang mudah membusuk. Secara fisik dan kimia apabila dibiarkan dilingkungan akan mencemari lingkungan sekitarnya. Secara umum penanganan air buangan yang banyak mengandung zat organik dilakukan dengan cara:
a)      Cara fisika
Biasanya dilakukan pada awal penanganan yaitu pada saat pemilihan bahan kedelai pada proses penyaringan untuk memisahkan dari kotoran- kotoran yang tercampur.

b)      Cara kimia
Penanganan ini dengan menggunakan bahan kimia untuk :
·         Netralisasi air limbah.(lart asam sulfat,as klorida,as phosphat, batu kapur)
·         Pengendapan yaitu penambahan zat kimia dapat menetralkan logam berat dijadikan ikatan garam yang mudah mengendap sehingga mudah dipisahkan antara endapan logam berat larutan jernih yang bebas logam berat.
·         Penggumpalan yaitu proses terjadinya penggumpalan pada zat tersuspensi yang diubah menjadi gumpalan- gumpalan sehingga mudah mengendap.Proses ini biasanya dilakukan pada pengadukan cepat kemudian dilanjutkan dengan pengadukan lambat sehingga terbentuk flokulasi atau butiran gumpalan dari kecil bergabung menjadi besar. Zat penggumpal antara lain:alumunium sulfat,besi sulfat, poly alumunium klorida.
c)      Cara biologi
Dalam proses biologis terjadi penghancuran zat organik dari air limbah tahu oleh jasad renik. Mikroba tersebut dapat berupa bakteri, jamur atau ganggang. Zat tersebut mengubah bahan koloid menjadi sel, sedang sel yang terjadi karena berat dapat mengendap bersama lumpur dalam kondisi aerob dan anaerob. Beberapa cara biologi adalah:proses lumpur aktif,lapisan tritis,lagoon.bak kedap udara (anaerobik).(Nurhasan,1991)


BAB III
HASIL PENULISAN

A.    Industri Tahu di Kota Magelang
Kota Magelang secara Geografis terletak pada posisi 7º 26’ 18” - 7º 30’ 9” Lintang Selatan dan 110º 12’ 30” - 110º 12’ 52” Bujur Timur. Posisi ini apabila dilihat dari letak Pulau Jawa sangat menguntungkan sekali karena memposisikan Kota Magelang hampir di tengah-tengah pulau ini.  Kondisi ini akan sangat memudahkan jalur perhubungan dengan kota-kota di sekitarnya, seperti dengan Kota Semarang berjarak 75 km, jarak dengan  Kota Yogyakarta 42 km, dengan Kota Surakat berjarak 109 km.
Selain itu  Kota Magelang juga terletak pada jalur transportasi Semarang - Purwokerto, Wonosobo - Salatiga dan Kota - kota di sekitarnya.Sebagai Kota Jasa Kota Magelang juga menjadi daerah tujuan bagi  penduduk sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti dari Kabupaten Temanggung yang berjarak 22 km, Kabupaten Purworejo  berjarak 43 km, Kabupaten Wonosobo berjarak 62 km. Jarak yang relatif dekat ini juga didukung dengan kondisi prasarana jalan yang sangat  memadai dalam kemudahan untuk mengaksesnya.
Secara umum Kota Magelang berada pada ketinggian 380 m di atas  permukaan laut dengan titik ketinggian tertinggi pada Gunung Tidar yaitu 503 m di atas permukaan laut. Keberadaan Gunung Tidar ini selain sebagai kawasan hutan lindung juga berfungsi sebagai paru-paru Kota yang menjadikan iklim Kota Magelang selalu berhawa sejuk.(Nandi Kurniawan,2011)
Letaknya yang strategis pada jalur lalu lintas antar propinsi  Kota Magelang menjadi salah satu tujuan wisata budaya maupun wisata kuliner. Salah satu wisata kuliner adalah produk makanan tradisional tahu yaitu Kupat Tahu Magelang. Tahu hasil produksi juga dapat diolah menjadi makanan camilan lain berupa krupuk tahu yang banyak beredar di Kota Magelang. Pemasaran Tahu produksi Kota Magelang biasanya dijual dipasar-pasar tradisional juga sampai keluar daerah.
Keberadaan industri tahu di Kota Magelang di dukung oleh adanya Koperasi Tahu ( Kopti) yang menyediakan kedelai dengan kualitas yang baik dengan harga yang bersaing. Pusat sentral industri tahu pun terbentuk untuk lebih mudahnya Pemerintah mengawasi pengelolaan industri tahu baik produk utama maupun produk sampingannya yang berupa air limbah tahu dan ampas tahu.

B.     Pengelolaan Limbah Tahu
a.       Limbah cair
Air limbah tahu yang dihasilkan dari proses pembuatan tahu biasanya oleh industri ditampung dibak penampungan air limbah sebelum dibuang kelingkungan dan ada juga yang dibuang langsung ke saluran irigasi.
1.      Gas bio.
Beberapa industri menggunakan bak penampungan dalam pengelolaan air limbah tahu. Bak-bak penampungan tersebut ada yang dibuat sistem kedap udara/ rapat udara dan ada yang sistem terbuka. Bak sistem kedap udara dengan proses anaerobik yang dapat menghasilkan gas alami (bio gas) yang kemudian ditampung dengan drum kemudian gas tersebut disalurkan melalui selang ke dapur yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan memasak.
Air limbah yang ditampung di bak- bak terbuka dibiarkan mengalir dan tergenang secara terbuka lalu mengalir ke saluran irigasi. Dalam hal ini bau busuk dari limbah tahu masih menyengat .
2.      Sebagai sumber pupuk pertanian
Air limbah tahu yang mengandung zat organik oleh industri langsung dibuang ke saluran irigasi dapat dimanfaatkan untuk kesuburan tanah pertanian. Air limbah tahu merupakan limbah organik mudah terurai dan baik untuk pertanian. Biasanya para petani mencari air untuk mengairi sawahnya dan memanfaatkannya. Selain itu air limbah tahu juga berguna untuk tambahan makanan ikan-ikan peliharaan disawah. Biasanya para petani yang mengelola ikan disawah secara rutin dan terus menerus mengaliri sawahnya untuk makanan ikan. Dan hasilnya pun ikan cepat besar.Namun apabila konsentrasi air limbah terlalu pekat, maka air limbah tahu dapat menjadi sumber pencemaran air persawahan dan kolam sehingga ikan- ikan yang dipelihara disawah dan dikolam akan mati.
b.      Limbah padat
Ampas tahu yang dihasilkan biasanya oleh industri tahu dijual untuk dimanfaatkan dalam pembuatan tempe gembus. Selain itu ampas tahu oleh peternak digunakan untuk pakan ternak sapi, kambing dan babi serta itik.


BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Selain produk utama yang dihasilkan industri tahu berupa tahu, krupuk tahu, juga menghasilkan produk sampingan berupa air limbah tahu dan ampas tahu.
2.      Air limbah tahu yang dikelola dengan baik oleh industri dapat dimanfaatkan untuk pembuatan gas bio.
3.      Air limbah tahu oleh sebagian industri dibuang langsung ke saluran irigasi.
4.      Petani memanfaatkan air limbah tahu untuk kesuburan pertanian dan juga untuk irigasi perikanan.
5.      Masih menimbulkan bau busuk dilingkungan sekitarnya.
6.      Ampas tahu dimanfaatkan untuk pembuatan tempe gembus dan untuk pakan ternak.

B.     Saran
1.      Pembuatan instalasi pengolahan limbah sistem komunal.
2.      Pemanfaatan air limbah tahu untuk dijadikan pestisida organik dan pupuk organik.







Daftar Pustaka

Azrul Aswar, 1983.Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara. Jakarta.
Djabu,Udin, 1990/1991, Pedoman Bidang Studi Pembuangan Tinja Dan Air Limbah Pada Institusi Pendidikan Sanitasi/Kesehatan Lingkungan.Depkes.Jakarta
Haryanto Kusnoputranto,1983,Kesehatan Lingkungan.Depkes dan Kubudayaan Universitas Indonesia. FKM. Jakarta.
Kustyanto Widie,FL.1990.Membuat Tahu. Penebar Swadaya. Jakarta
Kurniawan,Nandi,2011,Fropil Kota Magelang. Regional Geografik Indonesia.
Lashanta,2011.Memanfaatkan Limbah Tahu Menjadi Pestisida adn Pupuk Organik Cair.Gerbang Pertanian.htm
Nurhasan,1991, Penanganan Air Limbah Tahu.Penerbit Yayasan Bina Karta Lestari.






Senin, 12 Maret 2012

SEKILAS PESTISIDA

                                                                                                                   


PENGGUNAAN PESTISIDA
Oleh: Siti Rabani Karimuna,Yetty Septiani Mustar,Jogo Widodo, Rini Astutiningsih,Supandi

BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Pestisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan perkembangan dan pertumbuhan dari hama, penyakit dan gulma. Tanpa menggunakan pestisida akan terjadi penurunan hasil pertanian. Pestisida secara umum digolongkan kepada jenis organisme yang akan dikendalikan populasinya. Insektisida, herbisida, fungsida dan nematosida digunakan untuk mengendalikan hama, gulma, jamur tanaman yang patogen dan nematoda. Jenis pestisida yang lain digunakan untuk mengendalikan hama dari tikus dan siput. Berdasarkan ketahanannya di lingkungan, maka pestisida dapat dikelompokkan atas dua golongan yaitu yang resisten dimana meninggalkan pengaruh terhadap lingkungan dan yang kurang resisten. Pestisida yang termasuk organochlorines termasuk pestisida yang resisten pada lingkungan dan meninggalkan residu yang terlalu lama dan dapat terakumulasi dalam jaringan melalui rantai makanan, contohnya DDT, Cyclodienes, Hexachlorocyclohexane (HCH), endrin. Pestisida kelompok organofosfat adalah pestisida yang mempunyai pengaruh yang efektif sesaat saja dan cepat terdegradasi di tanah, contohnya Disulfoton, Parathion, Diazinon, Azodrin, Gophacide, dan lain-lain.
Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh jasad pengganggu tanaman. Dalam konsep Pengendalian Hama Terpadu, pestisida berperan sebagai salah satu komponen pengendalian, yang mana harus sejalan dengan komponen pengendalian hayati, efisien untuk mengendalikan hama tertentu, mudah terurai dan aman bagi lingkungan sekitarnya. Penerapan usaha intensifikasi pertanian yang menerapkan berbagai teknologi, seperti penggunaan pupuk, varietas unggul, perbaikan pengairan, pola tanam serta usaha pembukaan lahan baru akan membawa perubahan pada ekosistem yang sering kali diikuti dengan timbulnya masalah serangan jasad penganggu. Cara lain untuk mengatasi jasad penganggu selain menggunakan pestisida kadang-kadang memerlukan waktu, biaya dan tenaga yang besar dan hanya dapat dilakukan pada kondisi tertentu. Sampai saat ini hanya pestisida yang mampu melawan jasad penganggu dan berperan besar dalam menyelamatkan kehilangan hasil.
Peranan pestisida dalam sistem pertanian sudah menjadi dilema yang sangat menarik untuk dikaji. Berpihak pada upaya pemenuhan kebutuhan produksi pangan sejalan dengan peningkatan perumbuhan penduduk Indonesia, maka pada konteks pemenuhan kuantitas produksi pertanian khususnya produk hortikultura pestisida sudah tidak dapat lagi dikesampingkan dalam sistem budidaya pertaniannya. Mengingat penciptaan social culture yang telah tercipta sedemikian rupa oleh pemerintah tahun 1980-an dengan subsidi biaya penggunaan pestisida dan pendewaan pestisida sebagai penyelamat produksi dan investasi petani. Hingga saat ini ketergantungan petani terhadap pestisida semakin tinggi untuk menghasilkan kuantitas dan cosmetic appearance produk, hal ini disebabkan oleh kesimbangan ekologis yang sudah tidak sempurna (populasi hama tinggi musuh alami semakin punah).
Di pihak lain penggunaan pestisida membawa bencana yang sangat hebat terhadap kesehatan petani dan konsumen akibat mengkonsumsi produk hortikultura yang mengandung residu pestisida. Menurut WHO setiap setengah juta kasus pestisida terhadap manusia, 5000 diakhiri dengan kematian. Dampak lain yang tidak kalah pentingnya adalah timbulkan pencemaran air, tanah dan udara yang dapat mengganggu sistem kehidupan organisme lainnya di biosfer ini.

B.            Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui dampak/pengaruh penggunaan pestisida terhadap manusia dan lingkungan.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pestisida
Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 07/PERMENTAN/SR.140/2/2007 mendefinisikan bahwa pestisida adalah zat kimia atau bahan lain dan jasad renik serta virus yang digunakan untuk: 1) memberantas atau mencegah hama-hama tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian. 2) Memberantas rerumputan. 3) Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan. 4) Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian bagian tanaman, tidak termasuk pupuk. 5). Memberantas atau mencegah hamahama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak. 6). Memberantas dan mencegah hama-hama air; 7). Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan; 8). Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.
Pestisida adalah bahan kimia untuk membunuh hama, baik insekta, jamur maupun gulma, Sehingga pestisida dikelompokkan menjadi : Insektisida (pembunuh insekta), Fungisida (pembunuh jamur), dan Herbisida (pembunuh tanaman pengganggu/gulma). Pestisida telah secara luas digunakan untuk tujuan memberantas hama dan penyakit tanaman dalam bidang pertanian. Pestisida juga digunakan dirumah tangga untuk memberantas nyamuk, kepinding, kecoa dan berbagai serangga penganggu lainnya. Dilain pihak pestisida ini secara nyata banyak menimbulkan keracunan pada orang. 
Kematian yang disebabkan oleh keracunan pestisida jarang dilaporkan, hanya beberapa saja yang dipublikasikan terutama karena disalah gunakan (untuk bunuh diri). Dewasa ini bermacam-macam jenis pestisida telah diproduksi dengan usaha mengurangi efek samping yang dapat menyebabkan berkurangnya daya toksisitas pada manusia, tetapi sangat toksik pada serangga. Diantara jenis atau pengelompokan pestisida tersebut diatas, jenis insektisida banyak digunakan dinegara berkembang, sedangkan herbisida banyak digunakan dinegara yang sudah maju. Bila dihubungkan dengan pelestarian lingkungan maka penggunaan pestisida perlu diwaspadai karena akan membahayakan kesehatan bagi manusia ataupun makhluk hidup lainnya.
1.      Nomenklatur
Pestisida mempunyai tiga macam nama, yaitu
a.       Nama umum (Common name)
Yaitu nama yang telah didaftarkan pada International Standard Organization (ISO). Nama umum biasanya dipakai sebagai nama bahan aktif suatu pestisida.
b.       Nama kimia (Chemical name)
Yaitu nama dari unsur atau senyawa kimia dari suatu pestisida yang terdaftar pada International Union for Pure dan Applied Chemistry
c.        Nama dagang (Trade name)
Yaitu nama dagang dari suatu produk pestisida yang biasanya telah terdaftar dan mendapat semacam paten dari masing-masing Negara
2.      Formulasi Pestisida
Bahan terpenting yang bekerja aktif dalam pestisida terhadap hama sasaran dinamakan bahan aktif (Active ingridient atau bahan tehnis). Dalam pembuatan pestisida di pabrik (manufacturing plant), bahan aktif tersebut tidak dibuat secara murni, tetapi dicampur sedikit dengan bahan-bahan pembawa lainnya. Bahan tehnis dengan kadar bahan aktif yang tinggi tersebut tidak dapat digunakan sebelum diubah bentuk dan sifat fisiknya dan dicampur dengan bahan lainnya.
Pencampuran ini dilakukan agar bahan aktif tersebut mudah disimpan, diangkut dan dapat digunakan dengan aman, efektif dan ekonomis. Produk jadi yang merupakan campuran fisik antara bahan aktif dan bahan tambahan yang tidak aktif (inert ingridient) dinamakan formulasi (formulated product). Formulasi sangat menentukan bagaimana pestisida dengan bentuk dan komposisi tertentu harus dipergunakan, berapa dosis atau takaran yang harus dipakai, berapa frekuensi dan interfal penggunaan, serta terhadap sasaran apa pestisida dengan formulasi tersebut dapat digunakan dengan efektif. Untuk keamanan distribusi dan penggunaannya pestisida diedarkan dalam beberapa macam formulasi, yaitu sebagai berikut :
a.       Fomulasi cair
Terdapat beberapa bentuk formulasi cair, yaitu :
1)        Pekatan yang dapat diemulsikan
Formulasi pekatan yang dapat diemulsikan atau emulsifeable concentrate, lazim disingkat EC, merupakan formulasi dalam bentuk cair, dibuat dengan melarutkan bahanaktif dalam palarut tertentu dan ditambah sulfaktan atau bahan pengemulsi. Contoh : Agrothion 50 EC, Basudin 60 EC
2)        Pekatan yang larut dalam air
Biasanya disebut water soluble concentrate (WSC), terdiri atas bahan aktif yang dilarutkan dalam pelarut tertentu yang dapat bercampur baik dengan air. Contoh : Azodrin 15 WSC
3)        Pekatan dalam air
Disebut juga aqueous concentrate, merupakan pekatan pestisida yang dilarutkan dalam air dari bentuk garam dari herbisida asam yang mempunyai kelarutan tinggi dalam air. Contoh : 2-metil-4 - khlorofenoksiasetat (MCPA) 2,4 – dikhloroferroksi asetat (2,4 – D)
4)         Pekatan dalam minyak
Oil concentrate merupakan formulasi cair yang mengandung bahan aktif konsentrasi tinggi yang dilarutkan dalam pelarut hidrokarbon aromatik seperti xilin atau nafta Contoh : Sevin 4 oil.

5)        Aerosol
Formulasi cair dengan bahan aktif yang dilarutkan dalam pelarut organik, kedalamnya ditambahkan gas yang bertekanan, kemudian dikemas menjadi kemasan yang siap pakai, dibut dalam konsentrasi rendah. Contoh : Flygon aerosol
6)        Gas yang dicairkan
Liquified gases merupakan pestisida dengan bahan aktif berbentu gas yang dipampatkan pada tekanan tertentu dalam suatu kemasan. Contoh : Methyl Bromida

b.       Formulasi padat
Beberapa formulasi padat yang ada, sebagai berikut :
1)        Tepung yang dapat disuspensikan (dilarutkan)
Disebut juga wetable powder (WP) atau dispersible powder (DP) merupakan tepung kering yang halus, sebagai bahan pembawa inert (misalnya tepung tanah liat) yang bila dicampur dengan air akan membentuk suspensi. Ke dalam formulasi ini juga ditambahkan surfaktan sebagai bahan pembasah atau penyebar untuk mempercepat pembasahan tepung untuk air, mencegah penggumpalan dan pengendapan tepung, mencegah pembentukan busa yang berlebihan Contoh : Ficam 50 WP
2)     Tepung yang dapat dilarutkan
Formulasi yang dapat dilarutkan atau Soluble powder (SP) sama dengan WP, tapi bahan aktif, bahan pembawa dan bahan lainnya dalam formulasi ini semuanya mudah larut dalam air. Contoh : Dowpon M.
3)        Butiran
Dinamakan juga Granula (G), bahan aktifnya menempel atau melapisi bahan pembawa yang inert, seperti tanah liar, pasir, atau tonkol jagung yang ditumbuk. Contoh Abate 1G.




4)        Pekatan debu
Dust concentrate adalah tepung kering yang mudah lepas dengan ukuran kurang dari 75 micron, mengandung bahan aktif dalam konsentrasi yang relatif tinggi, antara 25 sampai 75%.
5)        Debu
Terdiri atas bahan pembawa yang kering dan halus, mengandung bahan aktif dalam konsentrasi 1 – 10 %. Ukuran debu kurang dari 70 micron. Contoh : lannate 2 D.
6)        Umpan
Disebut juga Bait (B), merupakan campuran bahanaktif pestisida dengan bahan penambah yang inert, biasanya berbentuk bubuk, pasta atau butiran (biji/benih) Contoh : Zink Fosfit (Umpan Bubuk) Klerat RM (biji beras yang dilapisi bahan aktif pestisida)
7)        Tablet
Ada dua bentuk, bentuk tablet yang bila terkena udara akan menguap menjadi fumigan, biasanya digunakan untuk fumigasi gudang atau perpustakaan, contoh : Phostoxin tablet
Bentuk lainnya adalah tablet yang penggunaannya diperlukan pemanasan, uap yang dihasilkannya dapat membunuh/mengusir hama, contoh : Fumakkila
8)        Padat lingkar
Merupakan campuran bahan aktif pestisida dengan serbuk kayu atau sejenisnya dan perekat yang dibentuk menjadi padatan yang melingkar. Contoh : Moon Deer 0,2 MC
3.      Toksisitas Pestisida
Toksisitas merupakan istilah dalam toksikologi yang didefinisikan sebagai kemampuan bahan kimia untuk menyebabkan kerusakan/injuri. Istilah toksisitas merupakan istilah kualitatif, terjadi atau tidak terjadinya kerusakan tergantung pada jumlah unsur kimia yang terabsorpsi. Sedangkan istilah bahaya (hazard) adalah kemungkinan kejadian kerusakan pada suatu situasi atau tempat tertentu; kondisi penggunaan dan kondisi paparan menjadi pertimbangan utama. Untuk menentukan bahaya, perlu diketahui dengan baik sifat bawaan toksisitas unsur dan besar paparan yang diterima individu. Manusia dapat dengan aman menggunakan unsur berpotensi toksik jika menaati kondisi yang dibuat guna meminimalkan absopsi unsur tersebut. Risiko didefinisikan sebagai kekerapan kejadian yang diprediksi dari suatu efek yang tidak diinginkan akibat paparan berbagai bahan kimia atau fisik.
B.       Kandungan Zat Kimia Pestisida
Kemampuan pestisida untuk dapat menimbulkan terjadinya keracunan dan bahaya injuri tergantung dari jenis dan bentuk zat kimia yang dikandungnya.
1)        Organofosfat
Organofosfat berasal dari H3PO4 (asam fosfat). Pestisida golongan organofosfat merupakan golongan insektisida yang cukup besar, menggantikan kelompok chlorinated hydrocarbon yang mempunyai sifat:
a.         Efektif terhadap serangga yang resisten terhadap chorinatet hydrocarbon.
b.        Tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan untuk jangka waktu yang lama
c.         Kurang mempunyai efek yang lama terhadap non target organisme
d.        Lebih toksik terhadap hewan-hewan bertulang belakang, jika dibandingkan dengan organoklorine.
e.         Mempunyai cara kerja menghambat fungsi enzym cholinesterase.
Lebih dari 50.000 komponen organofosfat telah disynthesis dan diuji untuk aktivitas insektisidanya. Tetapi yang telah digunakan tidak lebih dari 500 jenis saja dewasa ini. Semua produk organofosfat tersebut berefek toksik bila tertelan, dimana hal ini sama dengan tujuan penggunaannya untuk membunuh serangga. Beberapa jenis insektisida digunakan untuk keperluan medis misalnya fisostigmin, edroprium dan neostigmin yang digunakan utuk aktivitas kholinomimetik (efek seperti asetyl kholin). Obat tersebut digunakan untuk pengobatan gangguan neuromuskuler seperti myastinea gravis. Fisostigmin juga digunakan untuk antidotum pengobatan toksisitas ingesti dari substansi antikholinergik (mis: trisyklik anti depressant, atrophin dan sebagainya). Fisostigmin, ekotiopat iodide dan organophosphorus juga berefek langsung untuk mengobati glaucoma pada mata yaitu untuk mengurangi tekanan intraokuler pada bola mata. Organophosphat disintesis pertama di Jerman pada awal perang dunia ke II. Bahan tersebut digunakan untuk gas saraf sesuai dengan tujuannya sebagai insektisida. Pada awal synthesisnya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion dan schordan yang sangat efektif sebagai insektisida, tetapi juga cukup toksik terhadap mamalia. Penelitian berkembang terus dan ditemukan komponen yang poten terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap orang (mis: malathion), tetapi masih sangat toksik terhadap insekta.
Tabel 2.2. Nama dan Struktur Kimia Pestisida Organophosphat
Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh. Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophospat melakukan fosforilasi enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil.
Tabel 2.3. Nilai LD50 insektisida organofosfat
Komponen
LD50 (mg/Kg)
Akton
146
Coroxon
12
Diazinon
100
Dichlorovos
56
Ethion
27
Malathion
1375
Mecarban
36
Methyl parathion
10
Parathion
3
Sevin
274
Systox
2.5
TEPP
1

Seseorang yang keracunan pestisida organophospat akan mengalami gangguan fungsi dari saraf-saraf tertentu. Sebagai bagian vital dalam tubuh, susunan saraf dilindungi dari toksikan dalam darah oleh suatu mekanisme protektif yang unik, yaitu sawar darah otak dan sawar darah saraf. Meskipun demikian, susunan saraf masih sangat rentan terhadap berbagai toksikan. Hal ini dapat dikaitkan dengan kenyataan bahwa neuron mempunyai suatu laju metabolisme yang tinggi dengan sedikit kapasitas untuk metabolisme anaerobik. Selain itu, karena dapat dirangsang oleh listrik, neuron cenderung lebih mudah kehilangan integritas membran sel. Panjangnya akson juga memungkinkan susunan saraf menjadi lebih rentan terhadap efek toksik, karena badan sel harus memasok aksonnya secara struktur maupun secara metabolisme. Susunan saraf terdiri atas dua bagian utama, yaitu susunan saraf pusat (CNS) dan susunan saraf tepi (PNS). CNS terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang, dan PNS mencakup saraf tengkorakdan saraf spinal, yang berupa saraf sensorik dan motorik. Neuron saraf spinal sensorik terletak pada ganglia dalam radiks dorsal. PNS juga terdiri atas susunan saraf simpatis, yang muncul dari neuron sumsum tulang belakang di daerah thoraks dan lumbal, dan susunan saraf parasimpatis yang berasal dari serat saraf yang meninggalkan SSP melalui saraf tengkorak dan radiks spinal sakral. Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala yang timbul sangat bergantung pada adanya stimilasi asetilkholin persisten atau depresi yang diikuti oleh stimulasi.saraf pusat maupun perifer.







Tabel  Efek muskarinik, nikotinik dan saraf pusat pada toksisitas
organofosfat.
Efek
Gejala
1.    Muskarinik
-       Salivasi
-       Kejang perut
-       Nausea dan vomitus
-       Bradicardia
-       Miosis
-       Berkeringat
2.    Nikotinik
-       Pegal-pegal, lemah
-       Tremor
-       Paralysis
-       Dyspnea
-       Tachicardia
3.    Sistem saraf pusat
-       Bingung, gelisah, insomnia, neurosis
-       Sakit kepala
-       Emosi tidak stabil
-       Bicara terbata-bata
-       Convulsi
-       Depresi respirasi dan gangguan jantung
-       Koma

Gejala awal seperti SLUD terjadi pada keracunan organofosfat secara akut karena terjadinya stimulasi reseptor muskarinik sehingga kandungan asetil kholin dalam darah meningkat pada mata dan otot polos.
2.   Karbamat
Insektisida karbamat telah berkembang setelah organofosfat. Insektisida ini daya toksisitasnya rendah terhadap mamalia dibandingkan dengan organofosfat, tetapi sangat efektif untuk membunuh insekta.





Tabel 2.5. Struktur Karbamat Insektisida
Nama
Struktur
Physostigmine
Carbaryl
Temik

Struktur karbamate seperti physostigmin, ditemukan secara alamia dalam kacang Calabar (calabar bean). Bentuk carbaryl telah secara luas dipakai sebagai insektisida dengan komponen aktifnya adalah SevineR. Mekanisme toksisitas dari karbamate adalah sama dengan organofosfat, dimana enzim ACHE dihambat dan mengalam karbamilasi.
3.    Organokhlorin
Organokhlorin atau disebut “Chlorinated hydrocarbon” terdiri dari beberapa kelompok yang diklasifikasi menurut bentuk kimianya. Yang paling populer dan pertama kali disinthesis adalah “Dichloro-diphenyltrichloroethan” atau disebut DDT.
Tabel 2.6. Klasifikasi insektisida organokhlorin
Kelompok
Komponen
Cyclodienes
Aldrin, Chlordan, Dieldrin, Heptachlor, Endrin. Toxaphen, Kepon, Mirex
Hexachlorocyclohexan
Lindane
Derivat Chlorinated-ethan
DDT

Mekanisme toksisitas dari DDT masih dalam perdebatan, walaupun komponen kimia ini sudah disinthesis sejak tahun 1874. Tetapi pada dasarnya pengaruh toksiknya terfokus pada neurotoksin dan pada otak. Saraf sensorik dan serabut saraf motorik serta kortek motorik adalah merupakan target toksisitas tersebut. Dilain pihak bila terjadi efek keracunan perubahan patologiknya tidaklah nyata. Bila seseorang menelan DDT sekitar 10mg/Kg akan dapat menyebabkan keracunan, hal tersebut terjadi dalam waktu beberapa jam. Perkiraan LD50 untuk manusia adalah 300-500 mg/Kg. DDT dihentikan penggunaannya sejak tahun 1972, tetapi penggunaannya masih berlangsung sampai beberapa tahun kemudian, bahkan sampai sekarang residu DDT masih dapat terdeteksi. Gejala yang terlihat pada intoksikasi DDT adalah sebagai berikut:
o    Nausea, vomitus
o    Paresthesis pada lidah, bibir dan muka
o    Iritabilitas
o    Tremor
o    Convulsi
o    Koma
o    Kegagalan pernafasan
o    Kematian

C.      Keracunan Pestisida
Pada dasarnya tidak ada batas yang tegas tentang penyebab dari keracunan berbagai macam zat kimia, karena setiap zat kimia mungkin menjadi penyebab dari keracunan tersebut, yang membedakannya adalah waktu terjadinya keracunan dan organ target yang terkena.
1. Cara terjadinya keracunan
a.         Self poisoning
Pada keadaan ini petani menggunakan pestisida dengan dosis yang berlebihan tanpa memiliki pengetahuan yang cukup tentang bahaya yang dapat ditimbulkan dari pestisida tersebut. Self poisoning biasanya terjadi karena kekurang hati-hatian dalam penggunaan, sehingga tanpa disadari bahwa tindakannya dapat membahayakan dirinya.
b.          Attempted poisoning
Dalam kasus ini, pasien memang ingin bunuh diri dengan dengan pestisida, tetapi bisa berakhir dengan kematian atau pasien sembuh kembali karena salah tafsir dalam penggunaan dosis.
c.         Accidental poisoning
Kondisi ini jelas merupakan suatu kecelakaan tanpa adanya unsur kesengajaan sama sekali. Kasus ini banyak terjadi pada anak di bawah 5 tahun, karena kebiasaannya memasukkan segala benda ke dalam mulut dan kebetutan benda tersebut sudah tercemar pestisida.
d.          Homicidal piosoning
Keracunan ini terjadi akibat tindak kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni seseorang. Masuknya pestisida dalam tubuh akan mengakibatkan aksi antara molekul dalam pestisida molekul dari sel yang bereaksi secara spesifik dan non spesifik. Formulasi dalam penyemprotan pestisida dapat mengakibatkan efek bagi penggunanya yaitu efek sistemik dan efek lokal. Efek Sistemik, terjadi apabila pestisida tersebut masuk keseluruh tubuh melalui peredaran darah sedangkan efek lokal terjadi terjadi dimana senyawa pestisida terkena dibagian tubuh.
2. Mekanisme fisiologis keracunan
Bahan-bahan racun pestisida masuk ke dalam tubuh organisme (jasad hidup) berbeda-beda menurut situasi paparan. Mekanisme masuknya racun pertisida tersebut dapat melalui melalui kulit luar, mulut dan saluran makanan, serta melalui saluran pernapasan. Melalui kulit, bahan racun dapat memasuki pori-pori atau terserap langsung ke dalam sistem tubuh, terutama bahan yang larut minyak (polar). Tanda dan gejala awal keracunan organofosfat adalah stimulasi berlebihan kolinergenik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi miosis, gangguan perkemihan, diare, defekasi, eksitasi, dan salivasi. Keracunan organofosfat pada sistem respirasi mengakibatkan bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus. Pada umumnya gejala ini timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam, tetapi bila pajanan berlebihan daapt menimbulkan kematian dalam beberapa menit. Ingesti atau pajanan subkutan umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda dan gejala.
a. Racun kronis
Racun kronis menimbulkan gejala keracunan setelah waktu yang relatif lama karena kemampuannya menumpuk (akumulasi) dalam lemak yang terkandung dalam tubuh. Racun ini juga apabila mencemari lingkungan (air, tanah) akan meninggalkan residu yang sangat sulit untu dirombak atau dirubah menjadi zat yang tidak beracun, karena kuatnya ikatan kimianya. Ada di antara racun ini yang dapat dirombak oleh kondisi tanah tapi hasil rombakan masih juga merupakan racun. Demikian pula halnya, ada yang dapat terurai di dalam tubuh manusia atau hewan tapi menghasilkan metabolit yang juga masih beracun. Misalnya sejenis insektisida organoklorin, Dieldrin yang disemprotkan dipermukaan tanah untuk menghindari serangan rayap tidak akan berubah selama 50 tahun sehingga praktis tanah tersebut menjadi tercemar untuk berpuluh-puluh tahun. Dieldrin ini bisa diserap oleh tumbuhan yang tumbuh di tempat ini dan bila rumput ini dimakan oleh ternak misalnya sapi perah maka dieldrin dapat menumpuk dalam sapi tersebut yang kemudian dikeluarkan dalam susu perah. Manusia yang minum susu ini selanjutnya akan menumpuk dieldrin dalam lemak tubuhnya dan kemudian akan keracunan. Jadi dieldrin yang mencemari lingkungan ini tidak akan hilang dari lingkungan, mungkin untuk waktu yang sangat lama.


b. Racun akut
Racun akut kebanyakan ditimbulkan oleh bahan-bahan racun yang larut air dan dapat menimbulkan gejala keracunan tidak lama setelah racun terserap ke dalam tubuh jasad hidup. Contoh yang paling nyata dari racun akut adalah “Baygon” yang terdiri dari senyawa organofosfat (insektisida atau racun serangga) yang seringkali disalahgunakan untuk meracuni manusia, yang efeknya telah terlihat hanya beberapa menit setelah racun masuk ke dalam tubuh. Walaupun semua racun akut ini dapat menyebabkan gejala sakit atau kematian hanya dalam waktu beberapa saat setelah masuk ke dalam tubuh, namun sifatnya yang sangat mudah dirombak oleh suhu yang tinggi, pencucian oleh air hujan dan sungai serta faktor-faktor fisik dan biologis lainnya menyebabkan racun ini tidak memegang peranan penting dalam pencemaran lingkungan.
3. Efek Pestisida Pada Sistem Tubuh
Bahan kimia dari kandungan pestisida dapat meracuni sel-sel tubuh atau mempengaruhi organ tertentu yang mungkin berkaitan dengan sifat bahan kimia atau berhubungan dengan tempat bahan kimia memasuki tubuh atau disebut juga organ sasaran. Efek racun bahan kimia atas organ-organ tertentu dan sistem tubuh.
a. Paru-paru dan sistem pernafasan
Efek jangka panjang terutama disebabkan iritasi (menyebabkan bronkhitis atau pneumonitis). Pada kejadian luka bakar, bahan kimia dalam paru-paru yang dapat menyebabkan udema pulmoner (paru-paru berisi air), dan dapat berakibat fatal. Sebagian bahan kimia dapat mensensitisasi atau menimbulkan reaksi alergik dalam saluran nafas yang selanjutnya dapat menimbulkan bunyi sewaktu menarik nafas, dan nafas pendek. Kondisi jangka panjang (kronis) akan terjadi penimbunan debu bahan kimia pada jaringan paru-paru sehingga akan terjadi fibrosis atau pneumokoniosis.

b. Hati      
Bahan kimia yang dapat mempengaruhi hati disebut hipotoksik. Kebanyakan bahan kimia menggalami metabolisme dalam hati dan oleh karenanya maka banyak bahan kimia yang berpotensi merusak sel-sel hati. Efek bahan kimia jangka pendek terhadap hati dapat menyebabkan inflamasi sel-sel (hepatitis kimia), nekrosis (kematian sel), dan penyakit kuning. Sedangkan efek jangka panjang berupa sirosis hati dari kanker hati.
c. Ginjal dan saluran kencing
Bahan kimia yang dapat merusak ginjal disebut nefrotoksin. Efek bahan kimia terhadap ginjal meliputi gagal ginjal sekonyong-konyong (gagal ginjal akut), gagal ginjal kronik dan kanker ginjal atau kanker kandung kemih.
d. Sistem syaraf
Bahan kimia yang dapat menyerang syaraf disebut neurotoksin. Pemaparan terhadap bahan kimia tertentu dapat memperlambat fungsi otak. Gejala-gejala yang diperoleh adalah mengantuk dari hilangnya kewaspadaan yang akhirnya diikuti oleh hilangnya kesadaran karena bahan kimia tersebut menekan sistem syaraf pusat. Bahan kimia yang dapat meracuni sistem enzim yang menuju ke syaraf adalah pestisida. Akibat dari efek toksik pestisida ini dapat menimbulkan kejang otot danparalisis (lurnpuh). Di samping itu ada bahan kimia lain yang dapat secara perlahan meracuni syaraf yang menuju tangan dan kaki serta mengakibatkan mati rasa dan kelelahan.
e. Darah dan sumsum tulang
Sejumlah bahan kimia seperti arsin, benzen dapat merusak sel-sel darah merah yang menyebabkan anemia hemolitik. Bahan kimia lain dapat merusak sumsum tulang dan organ lain tempat pembuatan sel-sel darah atau dapat menimbulkan kanker darah.


f. Jantung dan pembuluh darah (sistem kardiovaskuler)
Sejumlah pelarut seperti trikloroetilena dan gas yang dapat menyebabkan gangguan fatal terhadap ritme jantung. Bahan kimia lain seperti karbon disulfida dapat menyebabkan peningkatan penyakit pembuluh darah yang dapat menimbulkan serangan jantung.
g. Kulit
Banyak bahan kimia bersifat iritan yang dapat menyebabkan dermatitis atau dapat menyebabkan sensitisasi kulit dan alergi. Bahan kimia lain dapat menimbulkan jerawat, hilangnya pigmen (vitiligo), mengakibatkan kepekaan terhadap sinar matahari atau kanker kulit.
h. Sistem reproduksi
Banyak bahan kimia bersifat teratogenik dan mutagenik terhadap sel kuman dalam percobaan. Disamping itu ada beberapa bahan kimia yang secara langsung dapat mempengaruhi ovarium dan testis yang mengakibatkan gangguan menstruasi dan fungsi seksual.
i. Sistem yang lain
Bahan kimia dapat pula menyerang sistem kekebalan, tulang, otot dan kelenjar tertentu seperti kelenjar tiroid. Petani yang terpapar pestisida akan mengakibatkan peningkatan fungsi hati sebagai salah satu tanda toksisitas, terjadinya kelainan hematologik, meningkatkan kadar SGOT dan SGPT dalam darah juga dapat meningkatkan kadar ureum dalam darah.

D.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keracunan Pestisida
Keracunan pestisida terjadi bila ada bahan pestisida yang mengenai dan/atau masuk kedalam tubuh dalam jumlah tertentu. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keracunan pestisida antara lain :
1.      Dosis.
Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan pestisida, karena itu dalam melakukan pencampuran pestisida untuk penyemprotan petani hendaknya memperhatikan takaran atau dosis yang terterapada label. Dosis atau takaran yang melebihi aturan akan membahayakanpenyemprot itu sendiri. Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Paracelsus pada tahun 1564 telah meletakkan dasar penilaian toksikoligis dengan mengatakan “dosis sola facit venenum”, (dosis menentukan suatu zat kimia adalah racun). Untuk setiap zat kimia, termasuk air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama sekali, atau dosis besar sekali yang dapat menimbulkan keracunan atau kematian.
2.      Toksisitas senyawa pestisida.
Merupakan kesanggupan pestisida untuk membunuh sasarannya. Pestisida yang mempunyai daya bunuh tinggi dalam penggunaan dengan kadar yang rendah menimbulkan gangguan lebih sedikit bila dibandingkan dengan pestisida dengan daya bunuh rendah tetapi dengan kadar tinggi. Toksisitas pestisida dapat diketahui dari LD 50 oral dan dermal yaitu dosis yang diberikan dalam makanan hewan-hewan percobaan yang menyebabkan 50% dari hewan-hewan tersebut mati. Klasifikasi Toksisitas senyawa pestisida pada tikus percobaan dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.7. Klasifikasi Toksisitas Pestisida pada Tikus
3.      Jangka waktu atau lamanya terpapar pestisida.
Pada keracunan pestisida organofosfat, kadang-kadang blokade cholinesterase masih terjadi sampai 2-6 minggu. Paparan yang berlangsung terus-menerus lebih berbahaya daripada paparan yang terputus-putus pada waktu yang sama. Jadi pemaparan yang telah lewat perlu diperhatikan bila terjadi resiko pemaparan baru. Karena itu penyemprot yang terpapar berulang kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan keracunan kronik.
4.      Jalan masuk pestisida dalam tubuh.
Pestisida dapat masuk melalui kulit, mulut dan pernafasan. Keracunan pestisida terjadi bila ada bahan pestisida yang mengenai dan/atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu. Keracunan akut atau kronik akibat kontak dengan pestisida dapat melalui mulut, penyerapan melalui kulit dan saluran pernafasan. Pada petani pengguna pestisida keracunan yang terjadi lebih banyak terpapar melalui kulit dibandingkan dengan paparan melalui saluran pencernaan dan pernafasan.
Rute/jalan masuk pestisida :
1.      Dermal, absorpsi melalui kulit atau mata. Absorpsi akan berlangsung terus, selama pestisida masih ada di kulit.
2.      Oral, absorpsi melalui mulut (tertelan) karena kecelakaan, kecerobohan atau sengaja (bunuh diri), akan mengakibatkan keracunan berat hingga kematian. Di USA yg paling sering terjadi karena pestisida dipindahkan ke wadah lain tanpa label.
3.      Inhalasi, melalui pernafasan, dapat menyebabkan kerusakan serius pd hidung, tenggorokan jika terhisap cukup banyak. Pestisida yg masuk secara inhalasi dapat berupa bubuk, droplet atau uap.

E.    Toksikologi Pestisida
Senyawa-senyawa organokhlorin (organoklorin, chlorinated hydrocarbons) sebagian besar menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen selubung sel syaraf (Schwann cells) sehingga fungsi syaraf terganggu. Peracunan dapat menyebabkan kematian atau pulih kembali. Kepulihan bukan disebabkan karena senyawa organokhlorin telah keluar dari tubuh tetapi karena disimpan dalam lemak tubuh.
Semua insektisida organokhlorin sukar terurai oleh faktor-faktor lingkungan dan bersifat persisten, Mereka cenderung menempel pada lemak dan partikel tanah sehingga dalam tubuh jasad hidup dapat terjadi akumulasi, demikian pula di dalam tanah. Akibat peracunan biasanya terasa setelah waktu yang lama, terutama bila dose kematian (lethal dose) telah tercapai. Hal inilah yang menyebabkan sehingga penggunaan organokhlorin pada saat ini semakin berkurang dan dibatasi. Efek lain adalah biomagnifikasi, yaitu peningkatan peracunan lingkungan yang terjadi karena efek biomagnifikasi (peningkatan biologis) yaitu peningkatan daya racun suatu zat terjadi dalam tubuh jasad hidup, karena reaksi hayati tertentu.
Semua senyawa organofosfat (organofosfat, organophospates) dan karbamat (karbamat, carbamates) bersifat perintang ChE (enzim choline esterase), ensim yang berperan dalam penerusan rangsangan syaraf. Peracunan dapat terjadi karena gangguan dalam fungsi susunan syaraf yang akan menyebabkan kematian atau dapat pulih kembali. Umur residu dari organofosfat dan karbamat ini tidak berlangsung lama sehingga peracunan kronis terhadap lingkungan cenderung tidak terjadi karena faktor-faktor lingkungan mudah menguraikan senyawa-senyawa organofosfat dan karbamat menjadi komponen yang tidak beracun. Walaupun demikian senyawa ini merupakan racun akut sehingga dalam penggunaannya faktor-faktor keamanan sangat perlu diperhatikan. Karena bahaya yang ditimbulkannya dalam lingkungan hidup tidak berlangsung lama, sebagian besar insektisida dan sebagian fungisida yang digunakan saat ini adalah dari golongan organofosfat dan karbamat.
Parameter yang digunakan untuk menilai efek peracunan pestisida terhadap mamalia dan manusia adalah nilai LD50 (lethal dose 50 %) yang menunjukkan banyaknya pestisida dalam miligram (mg) untuk tiap kilogram (kg) berat seekor binatang-uji, yang dapat membunuh 50 ekor binatang sejenis dari antara 100 ekor yang diberi dose tersebut. Yang perlu diketahui dalam praktek adalah LD50 akut oral (termakan) dan LD50 akut dermal (terserap kulit). Nilai-nilai LD50 diperoleh dari percobaan-percobaan dengan tikus putih. Nilai LD50 yang tinggi (di atas 1000) menunjukkan bahwa pestisida yang bersangkutan tidak begitu berbahaya bagi manusia. LD50 yang rendah (di bawah 100) menunjukkan hal sebaliknya.
F.    Pencemaran Lingkungan
Pestisida yang diaplikasikan untuk memberantas suatu hama tanaman atau serangga penyebar penyakit tidak semuanya mengenai tanaman. Sebagian akan jatuh ke tanaman, atua perairan disekitarnya, sebagian lagi akan menguap ke udara, yang mengenai tanaman akan diserap tanaman tersebut ke dalam jaringan kemudian mengalami metabolisme, karena pengaruh enzim tanaman. Pestisida yang diserap oleh tanah atau perairan akan terurai karena pengaruh suhu, kelembaban, jasad renik dan sebagainya. Sedangkan yang menguap ke udara akan terurai karena pengaruh suhu, kelembaban dan sinar matahari khususnya sinar ultra violet.
Penguraian bahan pestisida tersebut tidak terjadi seketika itu juga, melainkan sedikit demi sedikit. Sisa yang tertinggal inilah yang kemudian diserap sebagai residu. Jumlah residu pestisida dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, jasad renik, sinar matahari dan jenis dari pestisida tersebut. Peningkatan kegiatan agroindustri selain meningkatkan produksi pertanian juga menghasilkan limbah dari kegiatan tersebut. Penggunaan pestisida, disamping bermanfaat untuk meningkatkan produksi pertanian tapi juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan pertanian dan juga terhadap kesehatan manusia. Pada masa sekarang ini dan masa mendatang, orang lebih menyukai produk pertanian yang alami dan bebas dari pengaruh pestisida walaupun produk pertanian tersebut di dapat dengan harga yang lebih mahal dari produk pertanian yang menggunakan pestisida. Pestisida yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam kesehatan manusia adalah pestisida sintetik, yaitu golongan organoklorin.
Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh senyawa organoklorin lebih tinggi dibandingkan senyawa lain, karena senyawa ini peka terhadap sinar matahari dan tidak mudah terurai. Karena pestisida adalah racun, yang dapat mematikan jasad hidup, maka dalam penggunannya dapat memberikan pengaruh yang tidak diinginkan terhadap kesehatan manusia serta lingkungan pada umumnya. Pestisida yang disemprotkan segera bercampur dengan udara dan langsung terkena sinar matahari. Dalam udara pestisida dapat ikut terbang menurut aliran angin. Makin halus butiran larut makin besar kemungkinan ia ikut terbawa angin, makin jauh diterbangkan oleh aliran angin. Kita tahu bahwa lebih dari 75 persen aplikasi pestisida dilakukan dengan cara disemprotkan, sehingga memungkinkan butir-butir cairan tersebut melayang, menyimpang dari aplikasi.
 Jarak yang ditempuh oleh butrian-butiran cairan tersebut tergantung pada ukuran butiran. Butiran dengan radius lebih kecil dari satu mikron, dapat dianggap sebagai gas yang kecepatan mengendapnya tak terhingga, sedang butiran dengan radius yang lebih besar akan lebih cepat mengendap. Akumulasi residu pestisida tersebut mengakibatkan pencemaran lahan pertanian. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun bahan pestisida dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, mutasi, bayi lahir cacat, CAIDS (Chemically Acquired Deficiency Syndrom) dan sebagainya. Dilaporkan bahwa 60 – 99 persen pestisida yang diaplikasikan akan tertinggal pada target atau sasaran, sedang apabila digunakan dalam bentuk serbuk, hanya 10-40 persen yang mencapai target, sedang sisanya melayang bersama aliran angin atau segera mencapai tanah. Telah dilakukan penelitian terhadap residu pestisida dalam komoditi cabe merah besar dan cabe merah keriting yang berasal dari pasar di kota Cianjur, Semarang dan Surabaya. Pengujian dilakukan menggunakan alat KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi).
Hasil pengujian terhadap beberapa golongan pestisida kemudian dikaji kembali berdasarkan pola konsumsi cabe orang Indonesia dan dihitung Baku Mutu Residunya dan dibandingkan terhadap Baku Mutu Residu pustaka. Dari hasil pemeriksaan terdeteksi pestisida golongan organoklorin seperti lindan, aldrin, heptaklor, endosulfon. Golongan organofosfat yang terdeteksi adalah paration, klorpirifos, dimethoat, profenofos, protiofos. Golongan karbamat yang terdeteksi adalah karbofuran, sedangkan golongan piretrin tidak terdeteksi, hasil perhitungan lebih kecil dari BMR pustaka. Sehubungan dengan sifatnya yang demikian, Komisi Pestisida telah mengidentifikasi berbagai kemungkinan yang timbul sebagai akibat penggunaan pestisida. Dampak yang mungkin akan timbul adalah : Keracunan terhadap pemakai dan pekerja, Keracunan terhadap ternak dan hewan piaraan, Keracunan terhadap ikan, Keracunan terhadap satwa liar, Keracunan terhadap tanaman, Kematian musuh alami jasad pengganggu,Kenaikan populasi jasad pangganggu Sebagai akibat kematian musuh alami tersebut, maka jasad pengganggu dapat lebih leluasa untuk berkembang, karena tidak adanya pengendalian dari musuh alami.

G.   Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Keracunan Pestisida
Keracunan pestisida tejadi bila ada bahan pestisida yang mengenai tubuh atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keracunan pestisida antara lain :
1. Faktor dari dalam tubuh:
a.  Usia
Umur adalah fenomena alam, semakin lama seseorang hidup makan umurpun akan bertambah. Semakin bertambahnya umur seseorang semakin banyak yang diaalminya, dan semakin banyak pula pemaparan yang dialaminya, dengan bertambahnya umur seseorang maka fungsi metabolisme akan menurun dan ini juga akan berakibat menurunnya aktifitas kholinesterase darahnya sehinggga akan mempermudah terjadinya keracunan pestisida. Usia juga berkaitan dengan kekebalan tubuh dalam mengatasi tingkat toksisitas suatu zat, semakin tua umur seseorang maka efektifitas sistem kekebalan di dalam tubuh akan semakin berkurang.
b. Jenis kelamin
Kadar kholin bebas dalam plasma laki-laki dewasa normal rata-rata sekitar 4,4μg/ml. Kaum wanita rata-rata mempunyai aktifitas khlinesterase darah lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Meskipun demikian tidak dianjurkan wanita menyemprot pestisida, karena pada saat kehamilan kadar rata-rata kholinesterase cenderung turun.
c. Status kesehatan
Beberapa jenis pestisida yang sering digunakan menekan aktifitas kholinesterase dalam plasma yang dapat berguna dalam menetapkan over exposure terhadap zat ini. Pada orang-orang yang selalu terpapar pestisida menyebabkan naiknya tekanan darah dan kholesterol.
d. Status gizi
Pengaruh status gizi pada orang dewasa akan mengakibatkan: 1) kelemahan fisik dan daya tahan tubuh; 2) mengurangi inisiatif dan meningkatkan kelambanan dan; 3) meningkatkan kepekaan terhadap infeksi dan lain-lain jenis penyakit. Semakin buruk status gizi seseorang akan semakin mudah terjadi keracunan, dengan kata lain seseorang yang mempunyai status gizi yang baik cenderung memiliki aktifitas kholinesterase yang lebih baik.
e.  Anemia
Kadar hemoglobin terdapat pada sel darah merah yang memiliki gugus hem dimana pembentukannya melalui proses reduksi dengan bantuan NADH, sedangkan kadara kholinesterase dalam kerjanya menghidrolisa membutuhkan energi, dimana pada saat pembentukan energi membutuhkan NADH.
f. Genetik
Beberapa kejadian pada hemoglobin yang abnormal seperti hemoglobin S. Kelainan homozigot dapat mengakibatkan kematian pada usia muda sedangkan yang heterozigot dapat mengalami anemia ringan. Pada ras tertentu ada yang mempunyai kelainan genetik, sehingga aktifitas kholinesterase darahnya rendah dibandingkan dengan kebanyakan orang.

2. Faktor dari luar tubuh:
a.  Suhu lingkungan
Suhu lingkungan berkaitan dengan waktu menyemprot, matahari semakin terikatau semakin siang maka suhu akan semakin panas. Kondisi demikian akan mempengaruhi efek pestisida melalui mekanisme penyerapan melalui kulit petani penyemprot.
b. Cara penanganan pestisida
Penanganan pestisida sejak dari pembelian, penyimpanan, pencampuran, cara menyemprot hingga penanganan setelah penyemprotan berpengaruh terhadap resiko keracunan bila tidak memenuhi ketentuan.
c. Penggunaan Alat Pelindung Diri
Pestisida umumnya adalah racun bersifat kontak, oleh karenanya penggunaan alat pelindung diri pada petani waktu menyemprot sangat penting untuk menghindari kontak langsung dengan pestisida. Pemakaian alat pelindung diri lengkap ada 7 macam yaitu : baju lengan panjang, celana panjang, masker, topi, kaca mata, kaos tangan dan sepatu boot. Pemakaian APD dapat mencegah dan mengurangi terjadinya keracunan pestisida, dengan memakai APD kemungkinan kontak langsung dengan pestisida dapat dikurangi sehingga resiko racun pestisida masuk dalam tubuh melalui bagian pernafasan, pencernaan dan kulit dapat dihindari. 7,37.
d. Dosis pestisida
Semua jenis pestisida adalah racun, dosis yang semakin besar maka akan semakin besar terjadinya keracunan pestisida. Karena bila dosis penggunaan pestisida bertambah, maka efek dari pestisida juga akan bertambah. Dosis pestisida yang tidak sesuai dosis berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida organofosfat petani penyemprot. Dosis yang tidak sesuai mempunyai risiko 4 kali untuk terjadi keracunan dibandingkan penyemprotan yang dilakukan sesuai dengan dosis aturan.
e. Jumlah Jenis Pestisida
Masing-masing pestisida mempunyai efek fisiologis yang berbeda-beda tergantung dari kandungan zat aktif dan sifat fisik dari pestisida tersebut. Pada saat penyemprotan penggunaan pestisida > 3 jenis dapat mengakibatkan keracunan pada petani. Banyaknya jenis pestisida yang digunakan menyebabkan beragamnya paparan pada tubuh petani yang mengakibatkan reaksi sinergik dalam tubuh.
f.  Masa kerja menjadi penyemprot
Semakin lama petani menjadi penyemprot, maka semakin lama pula kontak dengan pestisida sehingga resiko keracunan terhadap pestisida semakin tinggi. Penurunan aktifitas kholinesterase dalam plasma darah karena keracunan pestisida akan berlangsung mulai seseorang terpapar hingga 2 minggu setelah melakukan penyemprotan.
g. Lama menyemprot
Dalam melakukan penyemprotan sebaiknya tidak boleh lebih dari 3 jam, bila melebihi maka resiko keracunan akan semakin besar. Seandainya masih harus menyelesaikan pekerjaannya hendaklah istirahat dulu untuk beberapa saat untuk memberi kesempatan pada tubuh untuk terbebas dari pemaparan pestisida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa istirahat minimal satu minggu dapat menaikkan aktivitas kholinesterase dalam darah pada petani penyemprot. Istirahat minimal satu minggu pada petani keracunan ringan dapat menaikkan aktivitas kholinesterase dalam darah menjadi normal (87,50%). Sedangkan petani dengan keracunan sedang memerlukan waktu istirahat yang lebih lama untuk mencapai aktivitas kholinesterase normal.
h.  Frekuensi Penyemprotan
Semakin sering seseorang melakukan penyemprotan, maka semakin tinggi pula resiko keracunannya. Penyemprotan sebaiknya dilakukan sesuai dengan ketentuan. Waktu yang dianjurkan untuk melakukan kontak dengan pestisida maksimal 2 kali dalam seminggu.
i.  Tindakan penyemprotan pada arah angin
Penyemprotan yang baik searah dengan arah angin dan penyemprot hendaklah mengubah posisi penyemprotan apabila angin berubah.
j.  Waktu menyemprot
Waktu penyemprotan perlu diperhatikan dalam melakukan penyemprotan pestisida, hal ini berkaitan dengan suhu lingkungan yang dapat menyebabkan keluarnya keringat lebih banyak terutama pada siang hari. Sehingga waktu penyemprotan pada siang hari akan semakin mudah terjadinya keracunan pestisida melalui kulit.          
Salah satu masalah utama yang berkaitan dengan gejala keracunan pestisida adalah bahwa gejala dan tanda keracunan khususnya pestisida dari golongan organofosfat umumnya tidak spesifik bahkan cenderung menyerupai gejala penyakit biasa seperti pusing, mual dan lemah sehingga oleh masyarakat dianggap sebagai suatu penyakit yang tidak memerlukan terapi khusus. Menurut Gallo (1991) ada beberapa faktor yang mempengaruhi keracunan pestisida antara lain dosis, toksisitas senyawa pestisida, lamanya terpapar pestisida dan jalan pestisida masuk dalam tubuh.



















BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      pestisida adalah zat kimia atau bahan lain dan jasad renik serta virus yang digunakan untuk: 1) memberantas atau mencegah hama-hama tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian. 2) Memberantas rerumputan. 3) Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan. 4) Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian bagian tanaman, tidak termasuk pupuk. 5). Memberantas atau mencegah hamahama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak. 6). Memberantas dan mencegah hama-hama air; 7). Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan; 8). Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.
2.      Bahan-bahan racun pestisida masuk ke dalam tubuh organisme (jasad hidup) berbeda-beda menurut situasi paparan. Mekanisme masuknya racun pertisida tersebut dapat melalui melalui kulit luar, mulut dan saluran makanan, serta melalui saluran pernapasan. Melalui kulit, bahan racun dapat memasuki pori-pori atau terserap langsung ke dalam sistem tubuh, terutama bahan yang larut minyak (polar).
3.      Bahan kimia dari kandungan pestisida dapat meracuni sel-sel tubuh atau mempengaruhi organ tertentu yang mungkin berkaitan dengan sifat bahan kimia atau berhubungan dengan tempat bahan kimia memasuki tubuh atau disebut juga organ sasaran. Efek racun bahan kimia atas organ-organ tertentu dan sistem tubuh, seperti : paru-paru dan sistem pernafasan, hati, ginjal dan saluran kencing, sistem syaraf, darah dan sumsum tulang, jantung dan pembuluh darah (sistem kardiovaskuler), kulit, sistem reproduksi, sistem yang lain.
B.       Saran
Untuk pemakaian pestisida pada pertanian agar dipertimbangkan dengan dampak yang terjadi terutama pada pencemaran lingkungan dan bahaya pada manusia pemakaianya, untuk itu perlu adanya scening pemeriksaan kolinestrase pada petani penguna pestisida dan pemeriksaan kualitas lingkungan secara piriodik.
Melakukan penyuluhan ke masyarakat terutama petani dan penggarap pemakai pestisida.






























DAFTAR PUSTAKA

Afriyanto, 2008.  Kajian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Cabe Di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Thesis. Universitas Dipenogoro.

Ngatidjan, 2006. Toksikologi. Bagian Farmakologi & Toksikologi Fakultas Kedokteran universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Qiyaqiyu, 2008. Warning Bahaya Pestisida. http://qiyaqiyu.blogspot.com/2008/01/warning-bahaya-pestisida_21.html diakese tanggal 12 maret 2012-03-12

Pohan. Nurhasmawaty, 2004. Pestisida dan Pencemarannya. Universitas Sumatera Utara

Rini, 2001. Petunjuk Penggunaan Pestisida, Penerbit Swadaya, Jakarta

Rimanth, 2007. Bahaya Pestisida Terhadap Kesehatan http://bushido02.wordpress.com/2007/11/08/bahaya-pestisida-terhadap-kesehatan-manusia/ diakeses tanggal 12 Maret 2012